Kiai Miftach Ingatkan Orang Makrifat Itu Semakin Senang Beribadah
Kiai Miftach Ingatkan Orang Makrifat Itu Semakin Senang Beribadah
NUNEWS.Jakarta - KH Miftachul Akhyar, Rais 'Aam, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan bagi seseorang yang beribadah bahkan mencapai status makrifat jangan terlena hingga enggan melakukan amal ibadah kepada Allah taala.
"Jika seseorang terlena dengan ketenangan lalu enggan melanjutkan ibadah maka boleh jadi justru membahayakan," dalam tayangan YouTube Multimedia KH. Miftachul Akhya, Minggu (11/5)
Menurut, KH Miftachul Akhya, Sebaliknya, ketenangan dapat bertambah dan bertahan manakala diberdayakan bagi ibadah selanjutnya. Dengan demikian, ia mengajak agar umat Islam mendayakan ketenangan sebagai batu loncatan.
"Oleh karena itu, manakala kita menemukan sebuah ibadah kok ada rasa manis (di hati). Jangan berhenti dengan rasa manis itu, Alhamdulillah tadi kok wiridku enak. Wah berarti ini, saya disuruh terus langsung," tuturnya, membahasakan ulang pernyataan ulama sufi, Syekh Ismail bin Nujaid.
KH Miftachul Akhya, menerangkan bahwa manusia dalam melakukan amal ibadah kepada Allah taala, harus dengan ikhlas dalam mengharapkan halawah (ketenangan). Pasalnya bagi orang makrifat ketenangan ini ditempatkan bukan sebagai tujuan utama dalam beribadah.
"Tapi ketahui, nyaman, tenang itu masih ada nafsu, masih ada haddun nafsi (kendali nafsu), masih bisa berupa penyakit. Kalau orang sudah mencapai maqam makrifat tidak ada tenang yang muncul dari dirinya, yang ada ridha gitu saja," terangnya,
Seseorang yang terlena dengan ketenangan ibadah, lanjut Kiai Miftach, berarti ia terjegal nafsu di persimpangan. Sebab, pada dasarnya ketenangan adalah motivasi untuk melanggengkan ibadah kepada Tuhan yang Maha Kuasa sekaligus menjaga keikhlasan.
"Banyak orang yang tidak sampai jalannya, kena begal di tengah jalan oleh nafsu dan syaitan dengan rasa manis dan rasa halawah itu tadi. Dikiranya sudah nyampe padahal masih jauh," ungkapnya.
Rais 'Aam PBNU kesebelas itu pun menegaskan, ketenangan penting bagi pertimbangan keberlanjutan ibadah seorang hamba di dunia. Pasalnya, ketenangan sejati di akhirat dapat dicapai manakala mampu menggunakan ketenangan itu sesuai pada tempatnya.
"Karena apa, nanti ada tempat yang kita akan tenang, tenang yang sesungguhnya, nikmat yang sesungguhnya, kaya yang sesungguhnya. Diturunkan bukan disini. Ini yang perlu kita pegangi," tandasnya. (TIM.RED).